PLEIDOIKU


Aku seperti seorang  tersangka yang dihadapkan di muka sidang. Semua  tuduhan  dan  penilaian buruk dijuruskan padaku. Aku merasa hal ini sangat ganjil karena tiba-tiba saja aku di stigma sebagai orang  yang harus dijauhi dari pertemanan. Aku akui bahwa sebagai manusia biasa aku bisa saja melakukan kesalahan namun dalam perkara ini, aku benar-benar tidak tahu duduk permasalahanya. Istilahnya tidak ada api tapi muncul asap. Aneh bukan?
Sebagai manusia aku juga bisa saja marah, karena penilaian buruk yang dialamatkan kepadaku itu tidak memiliki dasar fundamental  yang kuat karena setahu aku selama aku menjalin persahabatan dengan teman-temanku, kawan-kawanku, sahabat-sahabatku, aku selalu berusaha mencoba untuk bersikap sesopan, seramah, dan sesantun mungkin. Etika itu yang selalu ku pegan kuat sebagai wujud rasa respect aku terdahap semua kawan-kawanku yang kenal dekat dengan aku.
Dan kalaupun dalam sadar atau tanpa sadar aku melakukan sebuah kesalahan yang barangkali menyingung atau menyakiti perasaan teman-temanku, maka aku tak tanggung-tanggung untuk melayangkan permintaan maafku kepada mereka.  Tapi, dalam konteks ini, sungguh aku tak mengerti dan tak bisa ku jangkau dengan akal sehatku, karena sampai sejauh itu kau meminta kepada sahabat-sahabat baik-ku agar menjauhiku. Dan  itu suatu hal yang tidak masuk di akal.
Soal  kecil ini telah membuat aku tak bisa tidur dalam seharian penuh. Dan beberapa tumpukan pertanyaanpun berlintasan dalam benak-ku. Bagaimana mungkin orang yang belum aku kenal dekat dan bahkan bertegur sapa dengan aku  saja belum, bisa mengatakan aku orang yang mesti dijauhi? apakah aku seorang penjahat yang menakutkan bagimu? Apakah aku seorang pembunuh yang mengerikan bagimu ? Apakah aku seorang hantu yang  menghantui mimpi-mimpimu? Apakah aku seorang iblis yang mengusik ketenanganmu?
Lama aku terdiam sambil merenung dan akhirnya aku berkesimpulan bahwa semua hal buruk yang kau tuduhkan pada- aku itu tidak benar. Maaf, aku tidak seperti yang kau nilai. Logikanya sederhana, jika kau ingin menilai baik atau buruknya perilaku seorang dari kaca mata kamu, minimal kau harus dekat dan kenal baik, itupun kadang masih sulit untuk memberikan suatu kesimpulan, karena perilaku seorang bisa fluktuatif.
Ganjilnya, kamu yang belum aku kenal baik bahkan wajahmu saja masih kabur-kabur dalam pandanganku bisa melabeli aku seperti katamu pada sahabatku, supaya jangan dekat dengan aku dan menjauhiku. Apa maksudmu? Kenapa? Kalaupun aku membenarkan penilaianmu terhadap diriku, maka aku ingin tahu alasanya kenapa, jangan hanya asal bicara. soal kritik mengkritik itu normal asal argumentasinya dapat dipertanggungjawabkan.
Kalau aku mau aku bisa saja mengugatmu dan meminta pertanggungjawabmu atas penilaianmu terhadapku, karena kamu telah menyingungku dengan citra buruk. Aku juga keras kepala kalau sudah marah. Tapi aku telah membunuh kemarahanku dan tetap meresponya dengan positif serta selalu merespectmu seperti aku merespect kawan-kawanku yang kenal dekat denganku. mengakhiri tulisan ini, aku Cuma mau bilang sama kamu bahwa kamu terlalu naif menilaiku.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Keri Laran Sabalae” Nia Istória Luta

Pesona Indah Pulau Jaco

Sebuah Catatan Perjalanan ke Pulau Atauro