Cinta Bersemi Kembali di Pantai Jaco



Aku mengasingkan diriku di sebuah pulau yang sangat terpelosok. Pulau itu terdampar di tengah lautan, hanya bisa dijangkau dengan sampang. Pulau itu indah. Indah sekali. Pasirnya putih, lautnya jernih, ombaknya tenang dan alamnya yang masih perawan. Dibibir pantai nampak pohon-pohon cemara berbaris dengan kokohnya dan ranting-rantingnya menjulang tinggi ke angkasa. Pesonanya sungguh mengoda dan menghipnotis turis manca negara untuk berakhir pekan di pulau itu. Hingga tak pelak kalau orang bule menyebutnya paradisonya Timor Leste atau Bali kedua di Asia. Namun bagi penduduk pribumi menyebutnya Totina atau Pulau Jaco.

Di pulau ini, aku ingin membuang semua kenangan tentangmu. Namun, sungguh aku tak bisa karena seribu bayangmu selalu menyembul dalam benak-ku membuat aku selalu mengingatmu. Mungkin karena cintaku padamu begitu dalam sehingga sulit bagiku untuk melupakanmu walau hanya barang sejenak. Seandanya kau tahu Mia, aku mencintaimu, melebihi cintaku pada diriku sendiri, karena bagiku kau adalah kipas yang dapat menyejukkan  jiwaku hingga hari-hariku terasa indah .
Bila aku mendengar suara hembusan angin pantai Jaco, kupastikan itu adalah suaramu dan bila ku melihat fajar pagi, ku pastikan juga itu adalah cahaya yang keluar dari bola matamu untuk menerangi jalan hidupku yang penuh dengan kegelapan. Jujur, aku merasa tak ada yang lebih indah di dunia ini kecuali bersamamu. 
Tapi, semuanya hanya tinggal kenangan karena istana cinta yang kita bangun bersama selama dua tahun telah hancur. Dan yang tersisa hanya puing-puing kehancuran. Kau menginkari  semua janji-janjimu dan mengoreskan luka di hatiku sebagai wujud rasa terima kasihmu yang memilukan. Aku merasa hidupku hampa. Dunia yang ku diami sekarang menjadi kelabu. Tak ada terang. Tak ada cahaya. Tak ada pantulan sinar. Semuanya menjadi gelap. Tidak ada yang membuatku terhibur. Seandanya kau tahu Mia, aku hanya ingin kamu.
Tahun berganti tahun, bulan berganti bulan dan haripun berganti hari, namun yang kurasakan masih sama. Aku masih perih karena kamu. Ah....kadang aku bertanya pada diriku sendiri kenapa Tuhan hanya menciptakan kamu seorang ? mengapa tidak dua agar akupun memilikimu seorang. Tapi, sudahlah sepertinya pilihan itu yang terbaik buatmu. Aku tak akan menghalangi kemauanmu.  Masih segar dalam memoriku, waktu terakhir kali kamu datang ke tempatku, untuk memohon doa restuku agar kelak kau bisa bahagia dengan dia putra pujaanmu. Kala itu, aku merasa langit seakan-akan runtuh. Bumi seolah-olah berguncang.  
“Mia, sebenarnya aku sangat berharap bisa memilikimu...tapi biarlah hanya dia yang memilikimu meskipun aku sendiri ingin sekali memilikimu.” Seketika  aku melihat mendung membayang di wajahmu dan meneteslah butiran-butiran bening membasahi kelopak matamu. “ Maafkanlah aku karena aku telah menyakiti hatimu dan cinta sucimu.” Katamu , hampir tak terdengar. Walau berat, tapi akhirnya akupun pasrah melepasmu pergi untuk hidupku bersama  dia putra pujaanmu. Percayalah Mia, aku tak akan mengusik ketenanganmu. Namun mengapa kamu mengucapkan cinta sebelum menginginkanya? Mia, biarlah hanya aku yang menanggung perih ini asalkan kau bahagia.
Dan akhirnya, aku sadar. Aku tidak boleh larut dalam kepahitan ini. Tapi, aku harus bangkit mengejar impianku yang belum tercapai. Aku betul-betul sadar. Teryata, Mia yang yang sangat ku kagumi dan ku cintai hanya datang mengobral cintanya dan menyisahkan benih-benih luka di hati. Bila ia melihat laki-laki tampan maka secepat kilat dia akan mengatakan aku cinta kamu. Dan bila esoknya lagi bila ia melihat laki-laki yang lebih ganteng maka dengan mudah ia akan mengatakan aku suka kamu. Lantas laki-laki pertama yang  dicintainya itu  dicampakan begitu saja seperti membuang daun pisang di tengah jalan. Ketika dia kehujanan dia  memungut daung pisang itu untuk bernaung dibawahnya agar tidak kehujanan, namun setelah hujan berhenti daun pisang itupun dibuang di tengah jalan. 
Di sini, di pulau ini, semuanya telah ku kubur dalam-dalam  agar kenangan pahit itu tak akan lagi menghantui setiap derap langkahku. Sekarang aku hanya menginginkan ketenangan dan ketenteraman jiwa.  Alam begitu bersahabat denganku dan aku merasa damai berada dalam dekapan alam. Lalu dengan suaraku yang nyaring aku berteriak hei.. alam dekaplah aku dengan erat-erat dalam pangkuan kehangatanmujangan lepaskan aku.
Udara pantai Jaco terasa dingin. Dingin sekali. Dan aku membiarkan udara malam mencabik-cabik tubuhku. Dan dibawah lindungan purnama malam aku mencoba menyelusuri bibir pantai menikmati panorama malam. Lautan teduh dan suara deru ombakpun bergulung-gulung kepantai. Sungguh menarik. Menarik sekali dipandang. Dari kejauhan aku melihat sebersik api menyala di bibir pantai. Aku coba menebak pasti ada penghuninya. Lalu aku melajukan langkahku menuju kesana. 
Dugaanku teryata benar, diperapian itu seorang sosok perempuan sedang duduk menghangatkan tubuhnya di perapian. Aku mendekatinya dan memberanikan diri untuk menyapanya. Tapi, dia diam tak menyahut. Tak lama akhirnya diapun menyapa. Teryata sosok perempuan itu sedang  menghabiskan akhir pekanya di pulau ini .“Apa gerangan yang membawamu kesini.” ? ‘’ Hanya ingin menjauhkan diri dari kebisingan dunia”. “ Semoga tempat yang damai ini bukan sebuah tempat pelarian tapi tempat untuk menentramkan jiwa.” katanya dengan senyum sinis. 
Rupanya perempuan ini bukan perempuan biasa karena dari pembicaranya ia seperti seorang seniman ataupun penyair yang mencari inspirasi di tempat ini. Dan Perempuan itupun mulai menawarkan kopi hangat untukku sambil menyodorkan aku rokok kretek. Aku lalu mengambil sebatang dan membakarnya hingga asapnya mengepul ke udara. Sejenak suasananya hening tak ada kata-kata. Aku berusaha mencairkan suasana dengan menanyakan namanya namun dia menjawab “ namaku tidak terlalu penting, panggilah aku  Perempuan saja. Yang penting adalah kita sudah saling kenal.” Jawaban perempuan itu singkat tapi mematikan.
Suasana malam itu Kembali membeku bagai es di kutub utara. Kami diam dalam seribu bahasa padahal aku ingin tahu tentang dia lebih jauh. Aku mencoba membuang perasaanku yang kaku, dengan menyedot rokokku dalam-dalam sambil sesekali menghirup kopi panas yang sudah setengah ku minum. Ku amati dia sekali lagi tapi orang ini sangat unik dan baru pertama kali aku menemukan perempuan seperti dia. Aku menunggu agar dia memecahkan hawa dingin dengan percakapan. Dan momen yang ku tunggu akhirnya datang juga. Perempuan itu kemudian bertanya padaku: “ Apakah kamu suka seni."?  " walaupun aku bukan seorang seniman tapi aku sangat suka dengan hal –hal yang berbau seni. Karena seni itu indah. Indah itu menarik. Dan menarik itu mengoda.” Jawabku seadanya. 
Ku lihat  dia hanya menganguk sehingga rambut halusnya terurai di hembus sepoi angin pantai Jaco. Dan DIApun berkata “ Kamu bukan seorang seniman tapi tutur katamu sangat puitis sekali.” “Aku melihat bakat senimu ada dan jika kamu kembangkan kamu pasti jadi seniman yang hebat.” Ujarnya. Lalu, kembali dia berkata “ maukah kamu melihat lukisanku”? “ Iyah, aku mau. Dan ingin sekali melihat lukisanmu.” Balasku. Dari tas kecilnya dia mengeluarkan secarik sketsa dan dipamerkan kepadaku. Aku melihat dalam sketsa itu ada gambar sebuah rumah mungil yang sangat sederhana, ada sebuah taman bunga dan juga sepasang kuda jantang dan betina.
Aku coba menebak arti dalam lukisan itu namun tak bisa menemukan gambaran sedikitpun. Lalu  Aku bertanya “ apa arti dari semua lukisanmu ini."?   “ itu adalah sekelumit impianku yang ingin kuwujudkan dalam dunia nyata.” Tuturnya.  “Aku ingin membangun sebuah rumah mungil yang kecil agar aku bisa mengakhiri sisa hidupku bersama lelakimu.” Ucapnya.  “Aku juga ingin sekali membuat sebuah taman kecil dan menanamnya dengan aneka ragam bunga sehingga tiba musimnya aku ingin memetiknya".
" Dan aku juga ingin memelihara sepasang kuda sehingga jika aku sudah bosan berjalan kaki aku ingin menungan kuda.”  Lanjutnya. “ semoga aja impianmu dapat tercapai.” Ujarku sambil membakar rokok yang tinggal beberapa batang lagi. “Sekarang aku dalam proses pencarian seorang sosok laki-laki yang bisa mengerti aku, memahami aku, bisa diajak bicara dan sekarang baru ku temukan sosok laki-laki itu.” Katanya.  “ Siapakah laki-laki yang beruntung itu.?" tanyaku, ingin tahu. “ sosok laki-laki itu adalah kamu sendiri.” Jawabnya. Sesaat aku merasa jantungku hampir copot karena aku tak menduga sama sekali kalau perempuan yang ku anggap luar biasa itu mengutarakan rahasia hatinya yang jauh di lubuk hati. Aku diam tak menyahut sepatah katapun.
Malam itu suasananya menjadi berhawa kasih sayang. Rahasia kesucian terkuak dan di saksiakan oleh purnama malam yang bersinar indah menyinari pantai Jaco. Kami berceloteh sampai fajar pagi menyadarkan kami bahwa hari mulai pagi. Dari kejauhan nelayan-nelayan mulai berlayar di tengah lautan yang teduh. Sebelum aku pamit dan berkemas untuk pulang, perempuan itu hanya berkata kemanapun kamu pergi aku akan selalu menunggumu di sini, dibibir pantai Jaco, seperti fajar pagi yang tak pernah ingkar bersinar di pagi hari... dan harapku kamu akan seperti deru ombak di pantai Jaco yang selalu kembali ke pantai.” Ucapnya." Perempuan, semoga kamu tidak seperti Mia yang hanya datang mengobral cintanya padaku. Tunggulah aku jika aku sudah kembali dari pengasiganku, maka orang pertama yang ingin ku temui adalah kau, PEREMPUANKU.
****
Tutuala, Agustus 2006
Cerita Pendek ini di tulis di Tutuala dan di edit kembali pada awal Oktober 2010 di Cimahi/Bandung





Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Keri Laran Sabalae” Nia Istória Luta

Pesona Indah Pulau Jaco

Sebuah Catatan Perjalanan ke Pulau Atauro