Wajahmu Kelabu Sekelabu Warna Kota Cimahi
Sore itu,
langit kota Cimahi berwarna kelabu. Awan hitam mengepul dimana-mana menutupi
cerahnya warna langit biru. Perkiraan cuaca menunjukan bahwa kota Cimahi bakal
turun hujan. Teryata benar, awalnya hanya gerimis kecil lalu berubah menjadi
hujan lebat yang membasahi kota Cimahi. Iklim yang tidak bersahabat itu telah memaksa
tetangga-tetangga di sekitarku menutup rapat pintu rumah mereka. Semua senyap,
hanya nyayian hujan di luar yang mengema di telinga.
Dikala
seperti itu, kau berjiarah ke tempatku, Bilik Merah. kedatanganmu ini, bukan
yang pertama kalinya. Tapi, ini adalah yang ketiga kalinya. Pertama, kau datang
bersama Ibumu dan seorang teman-mu. Kedua, kau datang bersama Ibumu, tapi
sayang waktu itu aku tak ada di tempatku, karena aku telah keluar ke kost-an
temanku.
Dan sekarang,
kau datang sendirian ke tempatku, Bilik Merah tanpa ditemani oleh siapapun
karena kau telah tahu sendiri jalan menuju tempatku, Bilik merah yang posisinya
terletak di pinggiran kota Bandung, tepatnya di kota Cimahi. Jadi, kau tidak
perlu ditemani lagi. Cukup melewati beberapa loron Gang kecil, ambil jalan
kiri, lalu belok kiri lagi dan menaiki anak tangga yang jumlahnya delapan, maka
sampailah kau di Bilik Merah.
Rupanya Bilik
Merah tak asing lagi bagimu. Kau bisa melakukan apa saja sesukamu disini. Ku
lihat tanganmu mulai merayap mengotak -atik dua tumpukan buku-buku-ku yang ku
susun rapi di sudut diding tembok. Sepertinya kau mencari judul buku yang
sesuai dengan seleramu untuk di baca. Dan pilihanmu jatuh pada buku yang
berjudul: " Hantu-Hantu Politik dan Matinya Sosial." memang kau perlu
banyak membaca buku yang berhubungan dengan politik karena sebentar lagi kau
akan memulai kuliah perdanamu.
Akhir-akhir ini kau mulai bersahabat dengan
buku. Kaupun mulai membuka dan membaca lembar demi lembar isi buku itu. Tapi
tidak lama kemudian kau hentikan aktivitas bacamu itu.
"Silio,
aku ingin bilang sesuatu sama kamu." Suara empukmu menyengatku tiba-tiba.
"Iyah,
boleh. tapi soal apa.?
"Ini
soal hubunganku dengan lelakiku."
"Memang
ada apa dengan hubungan kalian.?"
"Kau
tahu, hubungan kami sedang di ujung tanduk dan sekarang aku tak tahu harus
bagaimana lagi."
"Setiap
problematika pasti ada solusinya, bila kita menyikapinya dengan bijak. Aku
ingin tahu dimana letak titik permasalahanya.?
Ketika aku
menanyakan titik permasalahanya, kau diam dan hanya mengeleng-geleng kepalamu.
Sesaat Bilik Merah senyap. Di luar langit tak habis-habisnya mengencingi kota
Cimahi. Hawa dingin-pun menerobos masuk lewat celah pintu membuat tubuhmu dan
tubuhku sedikit mengigil karena di tusuk dingin. Sehingga kaupun menutup daun
pintu yang dari tadi terbuka lebar dengan harapan agar bisa menahan dingin yang
menyergap kita. Aku menunggu kau membuka mulut dan mematrikskan perkaramu
antara kau dan lelakimu. Tapi kau belum juga bersuara. Lama kau menunduk,
barangkali kau sedang memikirkan babak demi babak kisahmu yang kau lewati
bersama lelakimu yang sangat kau cintai itu.
"Begini,
Silio. aku sangat mencintai lelakiku, dan hubungan kami sudah berjalan delapan
bulan lamanya. Aku menilai lelakiku adalah tipe pria yang sangat ideal. Dia
selalu ada ketika aku membutuhkan bantuanya. Dia sangat mempengaruhi pola
pikirku sehingga aku bisa seperti ini.Dan satu hal lagi, Dia adalah cinta
pertamaku. dari dia aku mulai mengenal apa yang namanya cinta. Dari dia pula
aku dapat merasakan betapa indahnya cinta itu. Hatiku selalu berbunga-bunga
bila bersamanya karena dia telah memberikan warna lain dalam hidupku.
Pendeknya, bersama dia aku merasa semuanya terasa menyenangkan sekali."
"Tapi...sekarang
aku merasa hubungan yang kami jalani sedang dalam tanda koma, karena dia mulai
mengacuhkanku, memperlakukanku bukan sebagai perempuanya, bahkan dia
memperlakukanku seperti orang asing. aku benar-benar kecewa sama dia. Intinya,
aku merasakan intensitas cintanya padaku secara statistik berubah total dari
tiga ratus enam puluh derajat menjadi seratus delapan puluh derajat."
"Kau
tahu, Silio... jujur, aku sangat mencintainya, tapi apa balasanya? perhatinya
padaku tidak seperti dulu lagi. dia tidak lagi menghubungiku dan menanyakan
situasiku. Aku tahu, barangkali dia terlalu sibuk disana.... tapi setidaknya
dia membalas puluhan smsku yang ku kirimkan kepadanya. Kenapa dia tidak mau
membalas sms-smsku? kenapa dia bersikap begitu padaku? apa salahku ? apa
dia sudah tidak cinta lagi padaku? apa dia sudah punya perempuan lain? sekarang
aku hanya ingin agar dia berterus terang padaku, walaupun kejujuranya akan
memilukanku. Aku akan terima dengan apa adanya. Saat ini, hatiku galau. Aku
sedih. Aku perih. Aku sakit."
Kembali kau
membatin. Lalu terisak. Kau tak lagi melanjutkan ceritamu. Matamu menjadi nanar
kemudian berubah menjadi banjir air mata, mengalir begitu derasnya membasahi
kedua pipimu seperti deras air hujan di luar yang berjatuhan membasahi kota
Cimahi. Rona wajahmu-pun semakin berkelabu seperti warna langit kota Cimahi di
sore itu. Aku tak bisa berkata-kata kecuali hanya menjadi pendengar setiamu
sambil menyimak setiap perkataan yang kau ucapkan.
Aku tahu, kau
tipe perempuan tomboy yang selalu ceriah dan murah tersenyum. Tapi kau juga
sangat peka dan sensitif sekali dalam hal perasaan. Kau terlalu bermain dengan
perasaanmu. Kau mudah menitik-kan air mata dan menangis bila membaca atau
mendengar cerita-cerita yang beromansa sedih. Aku baru tahu, ketika aku menceritakan
sebuah kisah roman "Tengelamnya Kapal Van Der Vich."yang di tulis
oleh sastrawan Indonesia Hamka. Kau begitu meresapinya dengan begitu dalam
sehingga sampai air matamu berjatuhan tanpa tercegah.
Sore
perlahan-lahan menuju peraduan malam dan diluar hujan belum juga berhenti. Kota
Cimahi basah. Angin malampun berdesir kencan dan kitapun dicekik senyap. Lama
kita hanya membatin. Dan diam itu telah membawa kita dalam pengembaraan
imajinasi kita.
"
Silio, sekarang aku mulai merasa hatiku sedikit lega, karena aku telah
muntahkan semuanya di sini, di Bilikmu, Bilik Merah." Suara baritonmu
bergetar mengeledak senyap."Gress, aku juga ikut merasa senang, kalau
sekarang hatimu sudah lega. Dan aku hanya bilang padamu bahwa cinta itu sebuah
proses yang di lalui oleh setiap insan di jagat raya ini dan proses itu akan
membawa kita untuk saling mengenal lebih dalam sifat, kharakter dan pribadi
masing-masing."
"Cinta
itu juga kadang harus kandas di tengah jalan sebelm sampai ke titik klimaksnya.
Apa sebabnya? salah- satu penyebabnya adalah tidak ada kecocok-kan. Tapi
yakinlah bahwa jika benar di hati lelakimu masih tersimpan sepengal cinta
untukmu, maka ia pasti akan kembali kepadamu. akan tetapi kalau memang tak ada
lagi cinta untukmu, maka cinta pula yang nantinya akan mempertemukan kamu
dengan lelaki lain."
" Aku
sepakat sekali dengan perkataanmu, Silio. Terima kasih banyak. Kau adalah
sahabat baik-ku yang selalu memmberikan motivasi dan saran yang sangat berharga
bagiku. Sekali lagi terima kasih, Silio."
"Eh...Gress,
kau tidak perlu berterima kasih. Sudah sewajarnya seorang teman membantu sesama
temanya yang di dera problem. Seorang sahabat yang baik itu harus selalu sedia
untuk membantu sahabatnya yang terjatuh."
"Hmm..."
Kau menganguk, bertanda kau membenarkan ucapanku.
Tanpa kita
sadari hari sudah bergeser ke malam. Tapi, hujan belum juga berhenti. Hawa
dingin semakin mengerogoti kulit tubuh kita, walau pintu Bilik Merah telah kita
tutup rapat. Di tengah badai hujan yang nan dingin, kau-pun berpamitan ingin
pulang. Tapi aku mencegatmu karena di luar masih hujan. Tapi rupanya hujan tak
mau berhenti juga. Akhirnya, kita keluar menerobos badai hujan yang dingin,
untuk mengantarmu dengan pasti.
****
Cimahi,
22 Juli 2012
Komentar