Catatan Harian: Pembaringan Delta III Comoro 12 April 2003
![]() |
Siang ini, suara gemersik air di kamar mandi membangunkan saya
dari tidur siang. Saya mencoba beranjak dari pembaringan, tapi rasanya berat
sekali. Saya ingin kembali tidur karena rasa kantuk saya belum terpuaskan. Di
atas pembaringan saya hanya diam sambil memandang langit-langit kamar.
Sementara di sebelah saya, Jhon masih tidur nyeyak dengan mimpi siangnya. Jhon
adalah teman sepermainan saya sejak kecil dan dia juga salah- satu teman
terbaik saya diantara sekian teman-teman saya. Saya ingin sekali membangunkanya,
tapi aku segera menepis niat saya itu, karena saya tahu dalam satu minggu
terakhir ini, dia benar-benar lelah menguras otak dalam menghadapi ujianya.
Dalam satu minggu ini, diam-diam saya mengamati setiap
aktivitasnya tanpa sepengetahuan dia. Biasanya dia bangun pagi lebih awal dan
bergumul dengan buku-buku pelajaranya. Mulai dari pelajaran fisika, kimia,
matematika dan ilmu sosial lainya. Aktivitasnya ini seolah sudah menjadi senam
paginya. Memang teman saya yang satu ini lain dari teman-teman saya yang
lainya. Dia adalah anak yang berprestasi. Sejak SMP (sekolah menengah
pertama)sampai SMA (sekolah menegah atas)dia selalu mendapat rangkin
di sekolahnya. Juara I dan II seolah telah menjadi langgananya.
Tapi hari ini, dia sudah merdeka. Dalam arti dia sudah
menyelesaikan Ujian semesternya. Dia sudah bebas dari pergulatan yang hebat
itu. Jadi, saya tak mau mengusik ketenanganya. Biarlah dia melepaskan
kelelahanya dengan tidur sepuas-puasnya agar bisa mengembalikan energinya yang
terkuras habis selama dia menempuh ujian.
Memang sudah seminggu lebih saya mengasingkan diri di tempat teman
saya Jhon yang terletak jantung kota Dili, tepatnya Perumahan Delta III Comoro.
Saya biasanya mengunjungi teman-teman saya kalau saya mulai merasa sepi di
pembaringan saya di Luro-Mata. Hal ini saya lakukan untuk mengusir rasa sepi
dan bosan yang kadang datang menghantam saya bertubi-tubi. Dan di tempat
teman saya ini, rasa sepi dan bosan saya sirna. Saya merasa iklim delta III
begitu bersahabat dengan saya dan meniupkan gairah baru dalam jiwa saya
sehingga saya begitu nyaman. Nyaman sekali.
Satu hal menyenangkan saya adalah saya bisa berbagi tentang apa
saja dengan teman saya Jhon. Barangkali dari setiap celotehan kami dia
anggap biasa. Tapi, dari hal-hal yang biasa itu saya memetik hikmahnya. Saya
akui kadang dalam perbincangan kami (antara saya dan Jhon) ada perselisihan
pendapat sehingga semakin meruncinkan daya nalar untuk berpikir dan berpikir.
Tapi, pada akhirnya pertentangan itu terjawab oleh sebuah sintesis. Dan
sintesis itu-pun akan kembali melahirkan anti tesis. Begitulah dimanika
berpikir.
Setiap pembicaraan teman saya itu selalu berpijak pada
idealisme/moralitas akan tetapi idealisme itu sendiri kadang tidak sesuai dengan
realitas kehidupan. Oleh karenanya perlu adanya penyesuaian-penyesuaian. Saya
kadang menyetir kata-kata dari orang-orang realis yang bilang : “ sangat
romantis kita berbicara idealisme akan tetapi kadang sulit untuk mewujudkan
idealisme itu.” Walau saya sendiri kadang mengagungkan konsep-konsep idealisme
yang di cetuskan oleh para pencetusnya. Tapi, semakin aku menyelaminya semakin
banyak pula saya mendapatkan ganjalan-ganjalan yang menimbulkan berbagai
pertanyaan.
Kadang saya berpikir bagaimana mungkin kita bebicara moralitas di
depan orang yang lagi dirundung kelaparan dengan mengatakan kamu jangan
mencuri, kamu harus berbuat yang baik. Secara logika pasti moralitas yang kita
sodorkan kepadanya tak di indahkanya. Karena yang ada dalam benak orang yang
lagi lapar itu adalah bagaimana mendapatkan sesuap nasi untuk dimakan. Sehingga
untuk menghilangkan rasa laparnya kadang orang tersebut akan menghalalkan
segala cara entah mencuri atau apalah asalkan dia kenyang. Coba kalau kita
sodorkan sesuap nasi, pasti dia akan merasa senang. Jadi, intinya adalah
idealisme yang disertai dengan tindakan praktis.
Dalam setiap perbincangan saya dengan Jhon, Saya kadang mengunakan
pendekatan-pendekatan praktis yang jelas-jelas sangat bertolak belakang dengan
pemikiran kawanku Jhonyangmenjadikan idealisme sebagai landasan
pemikiranya.Jhon bangun ketika matahari sudah mulai hampir tenggelam di ufuk
barat. Aku melihat dia mulai mengaduk kopi panas di cangkir. Memang minum kopi
di Sore hari sudah menjadi sebuah tradisi bagi kami. Rasanya sangat
ganjil kalau kami tidak minum kopi di sore hari. Saya tak sabar lagi untuk
menghirup kopi hangat bikinan Jhon.
Acara kopi sore-pun terselenggara diantara kami dan sedikit
dihiasi dengan obrolan ringan. Dan Kepada saya, Jhon bilang : betapa sulitnya
soal-soal ujian yang dihadapinya sehingga dia merasa pesimis sekali dengan
nilai ujianya nanti. Namun aku menyimpalinya dengan menyetir ucapan
Pramodya Ananta Toer : “setidak-tidaknya kamu sudah berusaha sebaik mungkin.
Soal puas dan tidaknya itu tidak terlalu penting, yang penting adalah kamu
sudah menyelesaikanya, meskipun hasil akhir tidak memuaskan, setengah
memuaskan atau bahkan seratus persen tidak memuaskan. Itu jangan dirisaukan,
tetapi serahkanlah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa maka kamu akan merasa nyaman.”
Kata saya padanya : kita harus punya prinsip bahwa seburuk dan
sejelek apapun yang telah kita lakukan itu setidaknya adalah hasil
karya dan jerih payah kita sendiri, belum tentu orang lain bisa melakukanya.
Kita harus menghargai karya kita sendiri. Dari mimik wajahnya aku melihat Jhon
membenarkan perkataanku. Dan dia hanya menjawab: benar sekali ucapanmu
kawan.
Sore ini, cuaca di kaki langit Delta III Comoro tampak cerah.
Cerah sekali. Burung-burung kecil di sekitar kami berkicau seolah menyapa dan
memberi salam kepada kami berdua. Dan kami semakin larut dalam perbincangan
yang panjang. Kami sangat menikmati cuaca sore menjelang malam. Perbincangan
kami semakin seru mengenai pemikiran Sultan Syarir seorang pemikir dan Diplomat
ulung dari Indonesia. Sesekali kami meneguk kopi kental sambil menyedot rokok
dalam-dalam hingga asapnya mengepul ke udara.
Sesaat kami melihat cangkir kopi sudah amblas. Waduh... gimana nih.. Kopi kita habis...tidak akan seru perbincangan kita tanpa Kopi. Ayo kita bikin lagi tapi harus lebih kental dan gulanya di kurangi biar kopinya terasa pahit. Hahahah---- kita berdua-pun saling pandang dan tertawa terkekeh------- Kenapa kita tertawa?
Pengasingan Delta III Comoro 12 April 2003
Komentar