Cerita di Kedai Kopi Ibu Tia



AWALNYA kau cuma orang asing yang singgah sebentar dalam  ingatanku  lalu  seketika lenyap  menghilang. Tapi, entah kenapa kau tiba-tiba mulai menyita perhatianku. Dan Aku mulai merasa ada yang ganjil bila tak melihat sosokmu di kedai kopi ini. Karena hampir tiap sore kau tidak pernah alpa mampir ke tempat ini. Lebih parah lagi adalah aku semakin rajin memikirkanmu.

Aku berpikir mungkin rasa ini muncul  karena intensitas pertemuan kita yang tak disengaja sering terjadi di kedai kopi ibu Tia yang letaknya persis di pinggiran jalan. Aku tak tahu pasti sudah berapa kali kita bertemu di kedai kopi kecil ini. Mungkin sudah yang ke-sekian kalinya. Aku lupa menginggatnya.

Biasanya, kau muncul di kedai kopi ibu Tia ketika hari menjelang petang. Kau  selalu  mengambil tempat duduk  di sebelah pojok kiri. Minuman langgananmu  selalu kopi panas plus roti bakar. Ada satu hal yang menarik perhatianku adalah cara kau meminum kopi. Walaupun kopi cuma segelas tapi kau tidak segera menghabiskanya dalam tempo singkat. Kau meneguknya perlahan, merasakan aromanya, menggigit butiran kecil kopi, lalu membiarkannya melewati tenggorokan. Ohoo Rupanya kau sangat menikmati racikan kopi bikinan ibu Tia.

Kehadiranmu di kedai kopi selalu menebarkan pesona, sehingga hampir semua mata nakal para lelaki yang berada di kedai kopi ibu Tia selalu melotot memandang setiap lekuk gerak-gerikmu. Kau jadi pusat perhatian. Diam-diam aku-pun mulai menaruh perhatian padamu dan mengakui sejak pertemuan pertama, aku mulai gemar memandang matamu, wajahmu, rambutmu, dan sekujur tubuhmu. Semuanya.  

Di kedai kecil ini kau  selalu duduk sendirian. Diam. Tertunduk  lesu sambil tangan kirimu menopang dagumu. Sesekali kau mengangkat wajahmu dan melemparkan pandanganmu ke luar seolah kau sedang menghitung setiap kendaraan yang melintas di jalan. Kau juga bahkan tidak peduli dengan manusia-manusia yang duduk dekat di sekitarmu. Kau hanya ingin tenggelam dalam alam pikiranmu sendiri.
Dan sore ini, di kedai kopi Ibu Tia, aku  sudah satu setengah jam duduk disini hanya ingin sekedar melihatmu. Namun kau belum juga muncul membuat setumpuk pertanyaan melintas di benak-ku. Kau kemana? Apakah kau sedang sakit sehingga kau absen sore ini?  Atau mungkin kau masih sedang dalam  perjalanan kesini. Mungkin. Nyaris mataku tak luput mengamati setiap pelanggan yang datang sambil berharap itu adalah kamu. Aku benar-benar tak sabar lagi ingin melihatmu. 

Kopi di gelasku sudah amblas. Yang tersisa cuma  ampas hitam.  Sementara  rokokku juga  tinggal sebatang. Akhirnya aku berniat memesan segelas kopi lagi sambil menunggu kamu.
“Bu, tambah kopi segelas lagi ya sama rokok Marlboro Merahnya sebungkus. Oh, ya..  kopinya jangan terlalu manis,” Kataku pada bu Tia, pemilik kedai.

“ya, tunggu sebentar nak” jawab bu Tia singkat.  Lalu  bu Tia kembali  menyodorkan sebuah pertanyaan untuk-ku:
“dari tadi ibu lihat sepertinya nak sedang menunggu seorang teman disini” ?

“ ohh.. gak bu. Aku Cuma mau mampir minum kopi sebelum pulang.”
“ rupanya nak juga pecandu kopi.!”

“Kalau dibilang pecandu kopi sih ma gak bu. Cuma suka minum kopi aja.”

“Tapi udah dua gelas loh..kopinya.”
“ Kepingin aja.” Hahaha!     

Aku menjawab seadanya sambil tertawa. Ku lihat bu Tia mengeleng-geleng kepalanya sambil senyum-senyum kecil. Selang beberapa menit pesanan aku sudah ada di hadapanku.
“ ini kopi hitam plus rokoknya nak, silahkan dinikmati.” Kata Ibu Tia dengan penuh ramah.

“ terimah kasih bu.”
Sama-sama.” Balas ibu Tia sambil berlalu dari hadapanku dan kembali melakukan aktivitasnya melayani pelanggang lain.

Senja semakin tua dan sebentar lagi hari akan berganti malam. Udara dinginpun mulai merambati dan menusuk tajam kulit tubuhku sehingga membuat sekujur tubuhku terasa sedikit mengigil. Segera ku robek kemasan rokok-ku dan mengeluarkan sebatang lalu menghisapnya. Dengan begitu, sedikit bisa mengusir rasa dingin yang menyergapku.
Sore ini, Kedai kopi ibu Tia benar-benar padat oleh para pengunjung atau pelanggang yang membeli gorengan. Di sebelahku ada beberapa anak muda yang sedang menikmati kopi panas sambil asyik bercakap-cakap sesekali mereka tertawa terbahak-bahak. Dari percakapan mereka aku dapat mendengar dan menangkap apa yang mereka bicarakan karena nada suara mereka begitu tinggi. Bahan cerita yang di bicarakan adalah si Rosita, primadona kampus.

Tak lama anak-anak muda semuanya sudah beranjak pulang. Kedai kopi mulai sepi. Hanya tinggal aku sendiri. Dan aku sudah pastikan kamu tidak akan datang sore ini. Tapi besok menjelang petang, aku akan datang lagi. Dan dengan penuh harap kau bisa datang seperti biasanya, disini, ditempat ini, KEDAI KOPI IBU TIA. Tempat awal mula aku melihatmu, memandangmu dan mengagumi-mu.

Dili, Delta I Comoro, 7 Mei 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Keri Laran Sabalae” Nia Istória Luta

Pesona Indah Pulau Jaco

Sebuah Catatan Perjalanan ke Pulau Atauro